Sejarah Berdirinya Pasantren (Dayah) Mudi Mesra



Sejarah Berdirinya Pasantren (Dayah) Mudi Mesra


MUDI MESRA Adalah sebuah pesantren atau dalam istilah orang aceh disebut dengan Dayah, yang terletak didesa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireun..Dayah ini telah berdiri sejak zaman Sultan Iskandar Muda dayah ini terus berkembang dan saat ini menjadi dayah terbesar di Aceh. Saat ini dayah MUDI Mesra berada di bawah pimpinan Syekh Hasanul Basri HG ( Abu MUDI) dengan jumlah santri lebih kurang 6000 orang.


Sejarah Berdirinya Pesantren MUDI Mesra.Lembaga Pendidikan Islam Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah (MUDI) Mesjid Raya berlokasi di desa Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tepatnya di sebelah barat kota industri Lhokseumawe kira-kira 100 km.

Dayah ini telah didirikan seiring dengan pembangunan Mesjid Raya pada masa Sultan Iskandar Muda. Pimpinan dayah yang pertama dikenal dengan nama Faqeh Abdul Ghani. Namun yang sangat disayangkan khazanah ini tidak dicatat oleh sejarah sampai tahun berapa beliau memimpin lembaga pendidikan Islam ini dan siapa penggantinya kemudian.Barulah pada tahun 1927, dijumpai secara jelas catatan sejarah yang meriwayatkan perjalanan para pimpinan dayah ini.

Dari tahun ini dayah dipimpin oleh Al-Mukarram Tgk H. Syihabuddin Bin Idris dengan para santri pada masa itu berjumlah 100 orang putera dan 50 orang puteri. Mereka diasuh oleh 5 orang tenaga penganjar lelaki dan 2 orang guru putreri.

Sesuai dengan kondisi zaman pada masa itu bangunan asrama tempat menampung para santri merupakan dari barak-barak darurat yang dibangun dari batang bambu dan rumbia. Setelah Tgk. H. Syihabuddin Bin Idris wafat (1935) sepeninggalnya beliau Dayah dipimpin oleh adik ipar beliau yaitu Al-Mukarram Tgk. H. Hanafiah Bin Abbas atau lebih dikenal dengan gelar Tgk Abi. Jumlah pelajar pada masa kepemimpinan beliau sedikit meningkat menjadi 150 orang putera dan 50 orang puteri. Kondisi pisik bangunan asrama dan balai pengajian tidak berbeda dengan yang ada pada masa kepemimpinan Allah yarham Tgk. H. Syihabuddin Bin Idris.
Di mana pada masa itu bangunan asrama masih berbentuk barak-barak darurat. Dalam masa kepemimpinan beliau, pimpinan Dayah pernah diperbantukan kepada Tgk. M. Shaleh selama 2 tahun ketika beliau berangkat ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji dan menambah ilmu pengetahuannya.


Setelah Allah yarham Tgk. H. Hanafiah wafat pada masa 1964 pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantu beliau yaitu Tgk. H. Abdul Aziz Bin Tgk. M. Shaleh. Al -Mukarram yang digelar dengan Abon ini adalah murid dari Abuya Muda Wali pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqien Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan. Semenjak kepemimpinan beliaulah, Pesantren tersebut terus bertambah muridnya, terutama dari Aceh dan Sumatera dan dari segi pembangunanpun mulai diadakan perubahan dari barak-barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai 2 dan asrama permanen berlantai 3. Untuk pelajar puteri dibangun asrama berlantai 2 yang dapat menampung 150 orang di lantai atas sedangkan di lantai bawah digunakan untuk musalla.

Setelah Tgk. H. Abdul `Aziz Bin M. Shaleh wafat (1989) melalui hasil kesepakatan para Alumni dan masyarakat, Dayah tersebut dipimpin oleh salah seorang menantunya yaitu Tgk. H. Hasanoel Bashry Bin H. Gadeng. Beliau adalah lulusan Dayah itu sendiri. Di masa kepemimpinan beliau Dayah tersebut semakin berkembang. Dari jumlah pelajar bertambah dengan pesat, baik dari dalam maupun dari luar Provinsi Aceh, yang sa`at ini sudah mencapai kurang lebih 5000 orang santriwan dan santriwati.



Mengenal Tradisi Nikah Massal Guru Dayah MUDI Mesra

Sebanyak 24 pasang guru Ma'hadul Ulum Diniyah Islamiyah Masjid Raya (MUDI Mesra) Samalanga, Bireuen, Rabu (13/8/2014) menikah massal di Masjid Poteu Meuruhom, kompleks dayah (pesantren) tersebut, disaksikan para wali, ratusan santri, dan undangan lainnya.

Mereka dinikahkan Syeikh H Hasanoel Basri HG, akrab disapa Abu Mudi” Prosesi nikah massal itu menjadi perhatian banyak orang, salah satunya datang dari Lhokseumawe, Bireuen, dan Banda Aceh
Pengantin pria (linto baro) duduk berjejer di hadapan Abu Mudi. Satu persatu bergeser ke sisi kanan untuk berjabat tangan dengan Abu Mudi yang duduk di depan meja nikah. Sedangkan pengantin wanita tidak ada di masjid itu.
Acara ijab qabul pernikahan massal di dayah
 
Dimulai pukul 07.30 WIB, prosesi tersebut diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran.
Dilanjutkan dengan penyerahan mahar dari linto baro kepada pihak dara baro (pengantian wanita) yang diwakili para walinya.

Seusai penyerahan mahar disaksikan para wali, saksi akad nikah, dan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Samalanga, acara dilanjutkan dengan tausiah untuk mempelai pria, disampaikan Tgk H Helmi Imran, guru senior di tempat itu. 

Ke-24 linto baro memakai baju putih, peci hitam, dan kain sarung. Mereka duduk berjejer menghadap Abu Mudi yang bertindak sebagai wakil dari wali para pengantin wanita.
Satu per satu linto baro bergeser untuk dijabat tangannya oleh  Abu Mudi, lalu mengucapkan ijab kabul. Begitu seterusnya, sampai ke-24 linto baro tersebut mengucapkan ijab kabul yang disaksikan para undangan. 

Setelah proses ini berlangsung, Abu Mudi bangun dari duduknya. Tangannya mengapit wadah kecil berisi air. Air itu kemudian dia percikkan ke dada pengantin pria satu per satu. Setelah itu, para wali menandatangani berita acara akad nikah.

Di sela-sela salaman dengan ratusan undangan, Abu Mudi mengatakan kepada Serambi bahwa akad nikah massal sudah sering dilakukan di dayah itu, tapi jumlahnya di bawah sepuluh pasangan. Baru kali ini seramai itu. Mereka yang menikah massal itu adalah para guru pengajian di dayah putra dan putri, karena saling tertarik akhirnya sepakat menikah.
Sedangkan proses administrasinya tetap dilaksanakan di KUA Samalanga, sedangkan di dayah hanya tempat akad nikahnya saja. "Mereka mengambil berkah menikah di dayah. Selain itu akan menghabiskan banyak waktu apabila saya menghadiri pernikahan mereka di tempat tinggal masing-masing. Disepakatilah mereka menikah di tempat ini," kata Abu Mudi.

Di akhir acara, para calon pengantin pria dipeusijuk (ditepungtawari) yang diiringi lantunan salawat nabi oleh para undangan. Setelah itu, para linto baro pun dengan wajah sumringah bergerak menuju kediaman pasangannya masing-masing.

Sumber :
https://acehabad.blogspot.co.id/2016/03/sekilas-tentang-profil-dayah-mudi-mesra.html
http://aneuknanggroe007.blogspot.co.id/2014/09/profil-dayah-mudi-mesra-samalanga.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH STUDI AL-QUR’AN

AL-QUR’AN AL BAQARAH AYAT 282”.